Kesehatan Pemerintahan
Home » 18 Negara Anggota Palang Merah Internasional Kunjungi NTB, Iqbal: Momentum Dukung Mitigasi Bencana

18 Negara Anggota Palang Merah Internasional Kunjungi NTB, Iqbal: Momentum Dukung Mitigasi Bencana

Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal menyambut kedatangan delegasi Palang Merah Internasional atau IFRC di Gedung Bank NTB Syariah pada Kamis, 16 Oktober 2025 (dok: Biro Adpim NTB)



Mataram – Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Muhamad Iqbal, menyambut kedatangan delegasi dari 18 negara anggota Palang Merah Internasional atau International Federation of Red Cross (IFRC) di Lombok, pada Kamis, 16 Oktober 2025.

‎Kunjungan tersebut merupakan bagian dari agenda tahunan IFRC untuk meninjau efektivitas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada Palang Merah Indonesia (PMI) di berbagai daerah.

‎Dalam penyambutan yang berlangsung di gedung Bank NTB Syariah itu, Iqbal didampingi oleh Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) NTB, dr. Lalu Herman Mahaputra atau akrab disapa dr. Jack, Ketua PMI Lombok Barat, Haris Karnaen dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB, Ahmadi.

‎”Ini kan kunjungan dari donor group ke Lombok, penasihat negara-negara donor yang salah satunya selama ini menjadi sumber donasi yang diterima oleh PMI Indonesia. Jadi PMI pusat termasuk di daerah lain dalam bentuk dukungan finansial, capacity building, maupun dukungan yang lainnya,” ujarnya kepada Wartawan usai menerima delegasi IFRC pada Kamis, (16/10/2025).

‎Menurut Iqbal, kedatangan delegasi IFRC ke NTB menjadi bagian dari evaluasi tahunan terhadap berbagai program bantuan yang telah diberikan, termasuk upaya peningkatan kapasitas dalam mitigasi dan pengurangan risiko bencana.

‎”Mereka turun ke sini dalam rangka melihat apakah bantuan yang diberikan selama ini efektif atau tidak, atau bermanfaat atau tidak. Saya tadi menerima laporan dari Ketua PMI NTB bahwa selama ini dukungan yang diberikan sangat efektif dalam rangka meningkatkan kapasitas kita untuk mengurangi risiko bencana dan mitigasi bencana,” ungkapnya.

‎Terkait alasan NTB menjadi salah satu lokasi kunjungan IFRC, Iqbal menjelaskan bahwa hal itu dilakukan secara bergiliran setiap tahun, sekaligus mempertimbangkan karakteristik NTB yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi.

‎”Pertama karena memang random, kan ini setiap tahun mereka ngecek di akhir tahun karena akan menentukan budgeting tahun yang akan datang,” tuturnya.

‎”Kedua, karena kita memang menjadi salah satu daerah yang paling tinggi risiko bencananya. Mulai dari letusan gunung, tsunami, banjir, gempa, hampir semua ada di sini. Jadi wajar kalau mereka ke sini, karena ini bicara soal pengurangan risiko dan mitigasi,” lanjutnya.

‎Meski demikian, Mantan Dubes RI untuk Turki itu menegaskan bahwa kunjungan tersebut tidak hanya sebagai evaluasi bantuan, tetapi juga menjadi peluang promosi bagi NTB untuk menunjukkan kesiapan dan potensi daerah dalam kerja sama kemanusiaan serta lingkungan, lebih-lebih promosi terkait pariwisata.

‎”Tapi kalau kita sih kesempatan ini kita pakai buat jualan. Mereka udah bilang saya harus balik lagi ke sini,” ucapnya.

‎Salah satu agenda delegasi IFRC selama di NTB adalah meninjau program rehabilitasi mangrove di wilayah pesisir Sekotong, Lombok Barat. Program tersebut menjadi bagian dari kerja sama antara pemerintah pusat, PMI, dan mitra internasional dalam mendukung pengendalian perubahan iklim dan pelestarian lingkungan pesisir.

‎”Program untuk mangrove ini banyak, tidak hanya di Sekotong saja. Dari pemerintah pusat juga ada bantuan, pemerintah asing yang mau membantu termasuk UEA yang kemarin sudah mengalokasikan 50 juta dolar AS untuk Indonesia untuk mangrove,” jelasnya.

‎Lebih jauh menurut Iqbal, dukungan terhadap program penanaman mangrove terus diperluas karena memiliki dampak besar terhadap keseimbangan ekosistem dan penyerapan karbon.

‎”Banyak skemanya untuk mangrove ini, karena mangrove ini yang paling banyak menyerap karbon dan menghasilkan oksigen paling banyak,” pungkasnya.

‎Sementara itu, Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) NTB, dr. Lalu Herman Mahaputra menjelaskan kunjungan ini difokuskan untuk melihat implementasi dalam aksi antisipasi bencana berbasis masyarakat.

‎Sekotong dipilih karena daerah ini merupakan kawasan pesisir yang memiliki potensi tinggi terhadap bencana banjir rob dan tsunami, sekaligus lokasi pemasangan tiga alat Early Warning System (EWS) hasil kerja sama antara PMI dan mitra internasional.

‎”Karena 2013 dulu teman-teman dari PMI itu yang menginisiasi untuk penanaman mangrove terus sekarang sudah ada terpasang tiga early sistem warning yang terpasang di situ kayak antena itu, jadi kalau debit airnya meningkat itu sudah ada sinyal yang akan diberikan ke BMKG, jadi kewaspadaan dini,” tukasnya. (cw-ril).

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share