Mataram – Penanganan kasus pembelian lahan 70 hektar untuk pembangunan Sirkuit MXGP di Samota, Sumbawa, kembali menuai kritik tajam. Pasalnya, perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB tak kunjung menuai hasil kongkrit.
Direktur Aliansi Pemuda Aktivis (ALPA) NTB, Herman, dalam orasinya mengatakan, lembaga penegak hukum itu ibarat “macan ompong” karena hingga kini belum ada satu pun tersangka diumumkan.
“Kalau berkasnya sudah setebal bantal tapi tidak ada tersangka, itu bukan penegakan hukum, itu pembusukan hukum. Jangan sampai hukum diperjualbelikan hanya karena melibatkan nama besar,” tegasnya lantang, Selasa (26/8/2025).
ALPA menilai skandal Samota bukan sekadar jual beli tanah, melainkan praktik pemufakatan jahat yang menguntungkan segelintir pihak. Transaksi senilai Rp53 miliar untuk membeli tanah dari mantan Bupati Lombok Timur, Ali Bin Dachlan (Ali BD), dinilai tidak wajar dan sarat dugaan mark-up.
Menanggapi kritik tersebut, Kepala Seksi Penyidikan Pidsus Kejati NTB, Hendarsyah, menegaskan pihaknya tidak bermain-main. Menurutnya, lambannya proses bukan karena intervensi, melainkan kendala teknis di tahap audit.
“Jangan khawatir, perkara ini tetap berjalan. Kendalanya tinggal penghitungan kerugian negara. Itu bukan kami yang tentukan, tapi BPKP sebagai auditor resmi. Kami sudah berkali-kali mengajukan permohonan, bolak-balik koordinasi, tapi progresnya memang belum sesuai harapan,” jelasnya.
Ia menekankan, perhitungan kerugian negara adalah kunci dalam kasus korupsi. Tanpa itu, penyidikan tidak bisa dilanjutkan ke penetapan tersangka.
“Kalau saya memaksakan perkara ini tanpa perhitungan resmi, justru kami yang salah. Karena di persidangan alat bukti itu akan diuji. Faktanya, kami masih menunggu hasil BPKP. Itu saja masalahnya, tidak ada yang ditutup-tutupi,” tambah Hendarsyah.
Hendarsyah juga menyebut kendala teknis lain, yakni belum adanya ahli pertanahan di NTB yang bisa memenuhi kebutuhan audit.
“BPKP meminta tambahan ahli pertanahan. Sayangnya di NTB memang belum ada ahli tersebut. Kami sudah berupaya mencari, tinggal menunggu apakah sesuai kebutuhan auditor. Kalau itu sudah terpenuhi, pasti akan ada progres,” ungkapnya.
Ia menegaskan Kejati NTB tidak tinggal diam. “Silakan rekan-rekan cek ke BPKP, kami sudah berkali-kali mengajukan. Begitu hasil kerugian negara keluar, pasti ada tindak lanjut,” katanya.
Meski ada penjelasan dari Kejati, publik tetap menaruh curiga. ALPA NTB dan sejumlah tokoh masyarakat menilai kasus Samota sudah terlalu lama “dibekukan”.
“Keterlambatan ini hanya menambah kecurigaan bahwa ada aktor besar yang sedang dilindungi dalam transaksi Rp53 miliar tersebut,” tegas Herman.(cw-zal)
Comment