Mataram – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Mataram, akan memanggil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Isvie Rupaeda, untuk dimintai keterangan terkait kasus pembakaran gedung DPRD NTB dalam aksi demonstrasi, pada Sabtu (30/8/2025).
Kasatreskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, menyampaikan bahwa pemanggilan tersebut dilakukan untuk memperkuat proses penyelidikan.
“Dalam waktu dekat kami akan menghadirkan Ketua DPRD NTB untuk dimintai keterangan terkait insiden pembakaran gedung dewan tersebut,” ujarnya, Rabu (3/9/2025).
Regi menjelaskan, Ketua DPRD NTB dijadwalkan hadir memberikan keterangan pada Senin (8/9/2025). Selain itu, pihak kepolisian juga akan memanggil sejumlah pihak lain, mulai dari jajaran dewan, petugas keamanan, hingga saksi di lapangan.
“Bukan hanya ketua, tapi juga jajarannya, petugas keamanan, termasuk saksi yang ada di lokasi, semua akan kami mintai keterangan,” jelasnya.
Menurutnya, keterangan tersebut dibutuhkan untuk memperkuat langkah penyidik sebelum perkara dinaikkan ke tahap penyidikan. Hal ini juga terkait dengan pertanggungjawaban gedung, termasuk perhitungan kerugian dan tindak lanjut pascakebakaran.
Regi menegaskan, penyelidikan masih terus berjalan. Sejumlah data sudah dikantongi, termasuk hasil olah tempat kejadian perkara (TKP). Dari bukti tersebut, penyidik tengah mengidentifikasi pihak-pihak yang diduga sebagai pelaku pembakaran.
“Arah penyelidikannya jelas, siapa yang melakukan pembakaran. Bukti-bukti kami perkuat dengan rekaman CCTV maupun video dari masyarakat,” ungkapnya.
Berdasarkan video yang diperoleh, kata dia, terlihat jelas bagaimana api mulai disulut hingga dilempar menggunakan botol. Hal itu menunjukkan bahwa pembakaran dilakukan secara terencana.
“Tidak ada yang spontan, itu dilakukan dengan sadar. Kami punya bukti visual bagaimana mereka membakar dari bawah hingga melempar dengan botol,” tegasnya.
Lebih jauh, ia juga mengakui lemahnya pengamanan menjadi salah satu faktor massa berhasil melakukan aksi anarkis. Jumlah aparat yang terbatas membuat pengendalian di lapangan tidak seimbang dengan massa aksi.
“Karena ada dua titik aksi di hari itu, pasukan pengamanan baru tiba di DPRD ketika massa sudah lebih dulu sampai,” kata Regi.(cw-zal)
Comment