Pemerintahan Politik
Home » Komisi I DPRD NTB Kritik Buruknya Pola Rekrutmen, Akibatnya 518 Honorer Terancam PHK

Komisi I DPRD NTB Kritik Buruknya Pola Rekrutmen, Akibatnya 518 Honorer Terancam PHK

Ketua Komisi I DPRD NTB, Muhammad Akri (dok: ist)



Mataram – Ketua Komisi I DPRD NTB yang membidangi urusan pemerintahan dan hukum, Muhammad Akri menegaskan perlunya perbaikan tata kelola perekrutan tenaga honorer di lingkup Pemerintah Provinsi NTB.

‎Menurutnya, pola perekrutan yang tidak terkendali selama ini menyebabkan penumpukan tenaga honorer, yang kini berujung pada rencana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi honorer non-database BKN.

‎”Kebijakan atau regulasi ndak pernah diatur terkait dengan itu. Mungkin mereka ini rata-rata dengan SK Gubernur, ada yang SK Kepala Dinas, itu yang memang harus diselesaikan segera. Ini kan banyak diangkat melalui dinas dulu sesuai kebutuhannya, OPD membuka. Tapi hampir setiap tahun dia buka itu, yang pensiun 10 dimasukkan 100,” ujarnya ketika dikonfirmasi pada Jum’at, (12/9/2025).

‎Ia menekankan, tata kelola yang lemah bukan hanya merugikan honorer yang sudah lama mengabdi, tetapi juga memberatkan keuangan daerah. Berdasarkan data di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, belanja pegawai sudah mencapai lebih dari 33 persen dari total APBD, padahal aturan dari pemerintah pusat maksimal hanya 30 persen.

‎”Karena memang belanja pegawai dibatasi. Kalau pegawai lebih banyak menelan biaya anggaran kan susah juga kita, ndak ada untuk belanja masyarakat, program. Bahaya daerah itu kalau melebihi belanja pegawai,” jelasnya.

‎Karena itu, Akri menilai kondisi itu membuat pemerintah tidak punya banyak pilihan selain melakukan rasionalisasi tenaga honorer, termasuk mengambil keputusan terhadap yang tidak masuk database BKN. Namun, ia menekankan agar kebijakan tersebut memegang prinsip keadilan dan memberi kepastian hukum.

‎”Saya lihat juga pemerintah ini kalau emang dia tidak memenuhi syarat akan dia tidak lakukan. Tapi kalau dia emang memenuhi syarat dan punya ruang, saya kira kita dorong BKD untuk segera mengangkat mereka, sehingga tidak ada yang dirugikan. Soalnya hampir semua dinas numpuk tenaga honor,” tandasnya.

‎Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menambahkan, ke depan pemerintah daerah harus lebih disiplin dalam membuka formasi pegawai. Tanpa perencanaan yang jelas, NTB akan terus terjebak dalam siklus penumpukan honorer dan belanja pegawai yang membengkak.

‎”Solusinya perbaikan tata kelola. Kalau tidak, setiap tahun masalah honorer akan berulang dan daerah makin berat menanggung beban,” pungkasnya.

‎Berdasarkan data BKD NTB, sebanyak 9.542 pegawai non ASN yang berpotensi diangkat sebagai PPPK Paruh Waktu. Dari jumlah tersebut, 5.909 orang berstatus prioritas dari golongan R2, R3, R3/b, R3/T. Sedangkan 3.633 non prioritas dari golongan R4, R5, dan Atas Permintaan Sendiri (APS).

‎Setelah proses verifikasi dan validasi, terhadap pegawai non ASN yang dilakukan BKD NTB dengan memperhatikan status aktif bekerja, dan sumber anggaran gaji yang bersangkutan. Sebanyak 9.452 pegawai memenuhi syarat dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari kepala perangkat daerah.

‎Dengan rincian PPPK paruh waktu dari pegawai non ASN yang terdaftar pada pangkalan data BKN sejumlah 5.840 orang. PPPK paruh waktu dari pegawai non ASN yang tidak terdaftar pada pangkalan data BKN sejumlah 3.612 orang.

‎Namun, 518 pegawai tidak memenuhi syarat karena tidak terdaftar dalam pangkalan data BKN dan tidak lolos pada seleksi CPNS maupun PPPK sebelumnya. Kondisi ini membuat mereka dipastikan tidak bisa diusulkan menjadi PPPK Paruh Waktu.

‎Menurut data yang diperoleh, pada tahun 2025 Pemprov NTB menyiapkan anggaran Rp191,6 miliar untuk membayar gaji tenaga non ASN. Rinciannya, belanja jasa Rp137,6 miliar, belanja jumlah jam mengajar guru Rp35,1 miliar, serta belanja insentif tata usaha sekolah Rp18,8 miliar. Namun, setelah itu, ratusan honorer non database ini diperkirakan akan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada tahun 2026 mendatang. (cw-ril)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share