Mataram – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui Dinas Pertanian menanggapi temuan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB terkait dengan dugaan penyalahgunaan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) sebesar Rp4,9 miliar.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, Muhammad Riadi mengatakan selisih Rp4,9 miliar yang disebut FITRA NTB belum tentu merupakan penyimpangan. Melainkan bisa jadi bagian dari toleransi kesalahan administratif yang wajar terjadi dalam sistem pengeloloaan penganggaran.
”Makanya dihitung dari sekian ratus miliar kan, masih errornya di bawah 10 persen. Kalau akademik kan standar error diperbolehkan 5 sampai 10 persen, kalau ini terjadi penyimpangan 3 persen kan bagus kita dan itu belum pasti, perlu dicek lagi,” ujarnya kepada Wartawan pada Rabu, (15/10/2025).
Ia juga menegaskan bahwa seluruh penggunaan DBH-CHT masih sesuai dengan aturan dan belum ada pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Besaran alokasi dan arah penggunaan DBH-CHT ditentukan secara ketat berdasarkan PMK. Sehingga pemerintah daerah tidak dapat menetapkan kebijakan di luar pedoman tersebut.
”Karena dia berpedoman pada PMK, peraturan menteri keuangan, ndak mungkin kita pemda itu keluar dari PMK itu. Begitu tidak sesuai, transfernya bisa distop oleh kementerian keuangan,” jelasnya.
Terkait dugaan penggunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukan, Riadi menilai hal itu perlu dilihat secara proporsional dan dikaji kembali agar tidak terjadi salah persepsi antara pemerintah dan pihak pengawas.
”Kita sering sebagai manusia itu melihat regulasi dari sudut pandang yang berbeda. Yang jelas pemerintah daerah pasti berpedoman pada regulasi yang ada. Karena begitu kita tidak sesuai regulasi pasti ditegur sama pemerintah pusat,” sebutnya.
Lebih jauh, Radi menjelaskan bahwa saat ini Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB mengelola Rp9,5 Miliar lebih anggaran dari DBH-CHT. Namun anggaran tersebut belum direalisasikan atau dieksekusi hingga saat ini.
Aggaran tersebut nantinya akan digunakan untuk pembangunan jalan usaha tani, perbaikan irigasi, kemudian mesin perajang tembakau dan cangkang untuk pengopenan tembakau.
”Ada 9,5 miliar kalau tidak salah totalnya, itu belum kita eksekusi sampai saat ini kondisinya. Ada yang jalan usaha tani, ada perbaikan irigasi, kemudian ada bantuan cangkang untuk pengopenan nilainya 900 juta yang sedang on proses sekarang. Kemudian ada bantuan mesin perajang tembakau, dan mesin rajang gudang,” pungkasnya.
FITRA NTB sebelumnya merilis hasil kajian yang menunjukkan bahwa sekitar 3 persen dari total DBH-CHT tahun 2025 di NTB belum terlacak dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD).
Temuan ini menimbulkan dugaan adanya ketidaksesuaian penggunaan dana yang semestinya diarahkan untuk mendukung kesejahteraan petani tembakau, buruh tani, dan penguatan industri hasil tembakau.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2024, penggunaan DBH-CHT harus difokuskan pada tiga bidang utama, yakni kesejahteraan masyarakat, penegakan hukum, dan kesehatan. Namun, FITRA NTB menemukan adanya komposisi alokasi yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan tersebut.
Dari total DBH-CHT yang diterima NTB, hanya Rp2,4 miliar dialokasikan untuk iuran asuransi ketenagakerjaan dan kematian bagi 13 ribu petani dan buruh tani tembakau. Sementara itu, sekitar Rp3,06 miliar digunakan untuk perjalanan dinas, Rp682 juta untuk honorarium, dan Rp465 juta untuk belanja alat tulis kantor (ATK), percetakan, serta fotokopi. (Cw-ril)
Comment