Mataram – Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Agus Fatoni, menegaskan bahwa Belanja Tidak Terduga (BTT) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak hanya diperuntukkan bagi penanganan bencana alam, tetapi juga dapat digunakan untuk keadaan darurat dan mendesak lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Hal itu disampaikan dalam rapat koordinasi dan persamaan persepsi untuk memperjelas kewenangan dalam proses penyusunan dan pelaksana APBD tahun 2026 yang dihadiri oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) P emprov NTB, perwakilan Kabupaten/Kota, dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB.
”Itu bisa digunakan tidak hanya untuk bencana, tapi kalau istilah undang-undang darurat mendesak,” ujarnya pada Jum’at malam, (17/10/2025).
Fatoni menjelaskan, dasar hukum penggunaan BTT tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, khususnya pada Pasal 68 dan 69, yang memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk melakukan pergeseran anggaran dalam rangka penanganan kondisi darurat atau kebutuhan mendesak.
Ia mencontohkan, kondisi yang termasuk kategori mendesak dapat berupa kerusakan sarana dan prasarana yang berpotensi mengganggu pelayanan publik, yang apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan kerugian lebih besar bagi masyarakat maupun daerah.
”Kalau tidak segera diperbaiki akan menimbulkan kerugian yang lebih besar kepada masyarakat dan daerah,” jelas mantan Penjabat Gubernur Sumatera Utara itu.
Selain itu, lanjut Fatoni, penggunaan BTT juga bisa dialokasikan untuk kejadian yang tidak dapat diprediksi sebelumnya, termasuk kebutuhan pelayanan dasar yang belum teranggarkan sebelumnya. Salah satu contohnya adalah pembayaran utang BPJS Kesehatan dan hibah kegiatan olahraga seperti Festival Olahraga Nasional (Fornas) yang digelar oleh Pemprov NTB beberapa waktu lalu.
”Jadi kriterianya banyak yang bisa digunakan untuk itu (pergeseran BTT), seperti yang disebutkan tadi, bayar BPJS, bonus altelt yang berlaga di PON, itu kan mendesak juga,” katanya.
Fatoni juga menegaskan bahwa apabila dana BTT yang tersedia tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan mendesak tersebut, pemerintah daerah dapat menggunakan sisa hasil tender (uang lelang) dari proyek yang telah dijalankan atau kas daerah yang masih tersedia, selama tetap sesuai dengan ketentuan peraturan keuangan negara.
”Kalau BTT kurang mencukupi atau terbatas, kan masih ada kas daerah yang bisa digunakan. Suapaya anggran itu tidak mengendap dan bisa dirasakan oleh masyarakat,” tukasnya.
Lebih lanjut, ia juga menekankan pentingnya peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam mengawasi penggunaan BTT. Ia menjelaskan, meski pergeseran BTT dilakukan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tanpa memerlukan persetujuan DPRD secara langsung, fungsi pengawasan dewan tetap menjadi kunci untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran.
”Karena ini melalui Perkada pergeserannya, tidak perlu dibahas bersama DPRD, tetapi di sini dewan tugasnya mengawasi agar tidak keluar dari kebutuhan darurat mendesak,” pungkasnya. (ril)

Comment