Pemerintahan
Home » Inspektorat NTB Kejar Deadline Temuan BPK Rp 237 Miliar dalam LKPD 2024

Inspektorat NTB Kejar Deadline Temuan BPK Rp 237 Miliar dalam LKPD 2024

Inspektur Inspektorat NTB, Budi Herman (dok: ril)



Mataram – Inspektorat Provinsi NTB terus berupaya menyelesaikan temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2024. Hingga pertengahan Oktober 2025, capaian penyelesaian sudah mencapai 81 persen dari total temuan yang tercatat di seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemerintah Provinsi NTB.

‎Inspektur Inspektorat NTB, Budi Herman mengatakan bahwa evaluasi terhadap tindak lanjut temuan tersebut rutin dilakukan. Dari hasil evaluasi terbaru, sebagian besar temuan sudah berhasil diselesaikan.

‎”Tadi kami melakukan agenda evaluasi terhadap hasil temuan BPK tahun 2024. Sampai bulan Oktober, progres penyelesaian sudah mencapai 80 persen. Nilainya memang bervariasi, tapi secara keseluruhan saya anggap ini sudah menunjukkan progres yang bagus,” ujarnya kepada wartawan pada Selasa, (22/10/2025).

‎Dari total nilai temuan yang tercatat sebesar Rp 237 miliar, sebesar Rp 198 miliar di antaranya telah ditindaklanjuti dan diselesaikan. Sisanya, sekitar Rp 17 miliar masih dalam proses penyelesaian oleh masing-masing OPD.

‎”Temuan yang masih tersisa itu nilainya sekitar Rp 17 miliar dari total Rp 237 miliar. Jadi, tingkat capaian penyelesaiannya sudah sekitar 81 persen,” jelasnya.

‎Budi Herman menjelaskan bahwa temuan yang berkaitan dengan RSUP NTB sudah sepenuhnya ditindaklanjuti. Sementara temuan lainnya yang tersebar di sejumlah OPD, baik dalam bentuk temuan keuangan maupun administratif masih proses penyelesaian.

‎”Yang di RSUP sudah selesai. Kalau di OPD lain, jumlahnya cukup banyak. Tapi banyak juga yang nilainya kecil, di bawah Rp 25 juta. Biasanya yang seperti ini disarankan BPK untuk diselesaikan lebih dulu karena lebih mudah ditindaklanjuti,” tuturnya.

‎Selain temuan terkait pengelolaan keuangan, Budi Herman menyebut masih ada temuan bersifat administratif, seperti perlunya pembaruan Standar Operasional Prosedur (SOP), kelengkapan dokumen, hingga tanda tangan fakta integritas yang belum dilengkapi.

‎”Beberapa temuan itu bersifat administratif, misalnya SOP perlu diperbarui, atau ada dokumen pakta integritas yang belum ditandatangani. Hal-hal seperti ini yang sedang kami dorong penyelesaiannya,” terangnya.

‎Untuk mempercepat penyelesaian sisa temuan, Inspektorat NTB telah membentuk tim khusus yang bertugas melakukan pengawasan dan pendampingan terhadap OPD. Tim ini ditugaskan untuk memastikan seluruh rekomendasi BPK bisa ditindaklanjuti tepat waktu.

‎”Saya sudah bentuk tim dari Inspektorat untuk mengawal penyelesaian tindak lanjut ini. Kami juga minta setiap OPD membentuk tim internalnya. Semua ini akan kami kawal hingga batas waktu penyelesaian di akhir November,” tukasnya.

‎Jika sampai batas waktu tersebut belum tuntas, menurut Budi Herman, akan berdampak pada penilaian tata kelola pemerintah daerah oleh BPK, termasuk dari sisi kepatuhan terhadap aturan.

‎”Kalau tidak selesai tepat waktu, tentu akan mempengaruhi penilaian dari BPK. Mereka akan menilai tata kelola kita kurang baik, termasuk dari sisi kepatuhan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran,” katanya.

‎Mengenai kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan sisa temuan, Budi Herman menyebutkan beberapa faktor, di antaranya keterbatasan sumber daya manusia di OPD. Ada yang pejabatnya sudah pensiun, mutasi, bahkan meninggal dunia. Selain itu, pengelolaan arsip di sejumlah OPD juga dinilai masih belum optimal.

‎”Kendalanya ada yang stafnya sudah pensiun, kepala dinasnya juga, bahkan ada yang meninggal. Belum lagi soal pengarsipan yang belum tertata rapi, ini menyulitkan dalam menelusuri dokumen yang dibutuhkan untuk penyelesaian temuan,” ucapnya.

‎Meski begitu, Inspektorat tetap optimis seluruh sisa temuan bisa diselesaikan sebelum tenggat waktu. Terlebih, menurutnya, sebagian dari sisa Rp17 miliar tersebut kemungkinan besar hanya bersifat kesalahan administrasi, bukan murni penyimpangan anggaran.

‎”Saya optimis ini bisa selesai. Dari analisa kami, sebagian besar dari angka Rp 17 miliar itu kemungkinan hanya karena kesalahan administrasi. Bisa jadi tidak ada kerugian, hanya dokumen pendukungnya yang kurang lengkap. Misalnya, ada nota yang belum dibuat atau dokumen belum dilampirkan,” tandasnya.

‎Saat ditanya mengenai OPD mana yang memiliki nilai temuan terbesar yang belum diselesaikan, Ia belum merinci. Ia menyebut hal tersebut akan diketahui setelah tim Inspektorat selesai melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

‎”Nanti kita lihat hasilnya dari tim yang sedang bekerja,” pungkasnya. (Ril)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share