Mataram – Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Nusa Tenggara Barat (NTB), menduga anggota Satreskrim Polres Kabupaten Bima Brigadir ARS alias Alif, menjadi salah satu penyuplai sabu di wilayahnya. Dugaan ini terkuak setelah penyidik menemukan jejak transaksi antara Alif dengan jaringan bandar besar, Ali Hanafiah sejak akhir 2024.
Kepala Bidang Pemberantasan dan Intelijen BNNP NTB, Kombes Gede Suyasa, mengatakan pengungkapan berawal dari penangkapan S alias Udin, orang kepercayaan Ali Hanafiah. Dari keterangan tersangka inilah, nama ARS Alias alif muncul sebagai penyuplai barang haram tersebut.
“Kalau berdasarkan keterangan tersangka lain, ARS sudah berbisnis sabu sejak tahun lalu (2024). Tapi menurut pengakuan ARS sendiri, dia baru mulai tahun ini,” kata Suyasa, Senin (23/9/2025).
Penyidik menemukan sederet transaksi antara Ali dengan Alif. Pada Desember 2024, Ali membeli 30 gram sabu dari Firman, orang suruhan alif. Bulan berikutnya, Januari 2025, Ali melakukan pembelian langsung dengan ARS di Pantai Kalaki senilai Rp33 juta untuk 30 gram sabu.
Transaksi kembali berlanjut pada Februari 2025 di Taman Panda dengan jumlah dan harga serupa. Maret 2025, Ali membeli 50 gram sabu di rumah ARS dengan pembayaran Rp58 juta, sebagian melalui transfer. Pada April, ARS kembali mengutus Firman mengantar 50 gram sabu ke rumah Ali, dibayar Rp52 juta.
Puncaknya, Mei 2025, Ali mengambil 100 gram sabu di kandang kuda milik ARS dengan pembayaran Rp30 juta tunai dan Rp50 juta transfer ke rekening BNI atas nama ARS. Dari jumlah tersebut, 19,93 gram masih tersisa saat penyidik menyita barang bukti. Total pasokan ARS ke jaringan mencapai 290 gram.
Suyasa menambahkan, penyidik kini menelusuri aliran uang ARS untuk memastikan apakah ada pihak lain yang ikut terlibat. “Sementara belum ada indikasi anggota polisi lain terlibat, tetapi transaksi keuangannya masih kami dalami,” ujarnya.
ARS ditangkap pada 13 Agustus setelah koordinasi dengan Kapolres Bima dan Bidang Propam Polda NTB. Ia diamankan sehari kemudian di rumahnya di BTN Panda, Kabupaten Bima. Dari penggeledahan, penyidik hanya menemukan buku rekening tanpa narkotika, karena ARS disebut berhenti beroperasi sejak Juni 2025.
Atas perbuatannya, B dijerat Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 UU Narkotika, dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara.(cw-zal)
Comment