Mataram – DPRD NTB secara resmi mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2029 menjadi Peraturan Daerah (Perda) melalui sidang paripurna pada Senin, (11/8/2025).
Kendati demikian, Panitia Khusus (Pansus) pembahasan RPJMD memberikan sejumlah catatan kritis agar dokumen perencanaan tersebut tidak sekadar menjadi hiasan di atas kertas.
Ketua Pansus RPJMD, Hasbullah Muis Konco mengingatkan bahwa sejarah pembangunan di NTB kerap diwarnai rencana yang indah secara konseptual, namun minim daya eksekusi.
“Tidak jarang visi besar berubah menjadi daftar janji yang menguap di tengah jalan, terjebak di birokrasi atau terkubur oleh pergantian kepemimpinan,” ujar Hasbullah saat membacakan laporan Pansus.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyoroti bahwa banyak kebijakan strategis di masa lalu gagal di tahap implementasi karena sejumlah hambatan. Mulai dari birokrasi yang lamban, minimnya koordinasi antar instansi, ketergantungan pada APBD yang sempit, hingga lemahnya pengawasan.
“Pengalaman sebelumnya menunjukkan, meskipun NTB punya program prioritas yang terdengar progresif seperti industrialisasi, pariwisata berkualitas, dan ketahanan pangan. Seringkali hasilnya tidak sepadan dengan retorika awal. Banyak capaian indikator kinerja daerah yang bergeser ke arah perbaikan kosmetik ketimbang transformasi struktural,” katanya.
Menurut Hasbullah, ada tiga prasyarat penting yang harus dipenuhi agar RPJMD berjalan efektif. Pertama, kepemimpinan berbasis eksekusi, di mana Gubernur dan jajarannya harus berperan sebagai chief execution officer yang memastikan program berjalan, bukan hanya sebagai chief visionary officer yang pandai merumuskan konsep.
“Gubernur dan jajarannya harus menjadi chief execution officer, bukan hanya chief visionary officer. Retorika harus diimbangi dengan target terukur dan mekanisme evaluasi ketat,” ungkapnya.
Kedua, keterlibatan profesional dari kalangan akademisi, pelaku industri, dan masyarakat sipil untuk menghindari bias internal pemerintah. “Keterlibatan profesional, pelibatan akademisi, pelaku industri, dan masyarakat sipil mutlak untuk menghindari bias internal pemerintah,” jelasnya.
Ketiga, transparansi dan akuntabilitas publik, sehingga masyarakat dapat memantau capaian RPJMD secara real-time dan memastikan janji-janji pembangunan tidak lenyap di balik angka statistik yang dipoles.
“Publik harus bisa mengakses perkembangan capaian RPJMD secara real time, agar janji-janji tidak lenyap di balik angka statistik yang dipoles,” imbuhnya.
Pansus berharap RPJMD 2025-2029 menjadi momentum pembenahan, bukan pengulangan kegagalan. Ia menegaskan perlunya keberanian eksekutif untuk memastikan setiap program berjalan di lapangan sesuai target, dengan pengawasan yang ketat dan koordinasi lintas sektor yang solid.
“Catatan-catatan ini bukan untuk melemahkan semangat, melainkan untuk menguji kesiapan pemerintah menghadapi kenyataan. Optimisme tanpa mitigasi risiko adalah resep kegagalan. Jika Gubernur dan jajarannya mengabaikan peringatan ini, RPJMD berisiko menjadi dokumen cantik yang akan dilupakan begitu masa jabatan berakhir,” tukasnya.
Sementara itu, Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal menyambut pengesahan RPJMD tersebut sebagai bentuk kerjasama yang baik oleh legislatif dan eksekutif dalam upaya membangun daerah.
“Saya menyampaikan penghargaan kepada pimpinan, dan segenap anggota dewan atas seluruh komunikasi, koordinasi serta komitmennya dalam dalam upaya ikhtiarnya membangun Nusa Tenggara Barat yang kita cintai bersama ini,” ujarnya.
Iqbal berharap, RPJMD tersebut kedepannya dapat diimplementasikan sebagaimana yang direncanakan dan bisa membawa perubahan daerah yang arah yang lebih maju.
“Tentu semangat dan hubungan yang baik in harus terus kita bangun, dan lebih baik lagi di masa mendatang. Besar harapan kita seluruh regulasi yang dibahas dan dihasilkan dapat berfungsi untuk mengatur kearah pembangunan yang lebih maju,” pungkasnya. (cw-ril).
Comment