Mataram – Anggota DPRD NTB, Efan Limantika memberikan klarifikasi terkait pemberitaan dan unggahan di media sosial yang mengaitkan dirinya dengan dugaan praktik mafia tanah. Ia menyebut tuduhan tersebut tidak benar.
Politisi Golkar asal Dompu itu, bersama penasihat hukumnya Apryadin mengaku telah menghadiri undangan gelar perkara khusus di Ditreskrimum Polda NTB pada Rabu (16/9/2025). Kasus yang ditangani terkait dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan penggelapan hak atas tanah.
”Dalam gelar perkara itu, saya sebagai terlapor menghadiri undangan. Hadir juga Kabaq Wasidik, ahli hukum pidana, perwakilan Irwasda, perwakilan Bidpropam, penyidik pembantu Satreskrim Polres Dompu serta penyidik senior Polda NTB,” ujar Efan pada Kamis, (18/9/2025).
Efan menjelaskan, dalam kesempatan tersebut ia memaparkan kronologis transaksi jual-beli tanah di Kecamatan Hu’u, Kabupaten Dompu, mulai dari proses awal hingga terbitnya sertifikat hak milik (SHM). Ia menegaskan transaksi dilakukan pada tahun 2015 antara dirinya dan penjual bernama Jaenab, istri dari almarhum M. Saleh, yang disaksikan sejumlah pihak termasuk staf notaris serta anggota keluarga penjual.
”Kami sudah uraikan dari awal sampai akhir secara detil proses jual-beli tanah,” imbuhnya.
Menurutnya, bukti berupa surat dan dokumentasi penandatanganan akta jual-beli (AJB) di hadapan notaris juga telah disampaikan kepada penyidik. Selain itu, dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri Dompu, nomor: 16/Pdt.G/2025/PN Dpu, sejumlah pihak disebut mendukung keterangan mengenai transaksi tersebut.
”Kami telah melampirkan sejumlah bukti berupa surat serta dokumentasi penandatanganan AJB di depan pejabat notaris,” katanya.
Efan menambahkan, hingga saat ini ia belum menerima dokumen pembanding dari pihak pelapor terkait kepemilikan tanah, selain hasil laboratorium forensik dan kuitansi yang diajukan. Meski demikian, ia menegaskan akan mengikuti seluruh tahapan hukum yang sedang berjalan.
Pada kesempatan yang sama, penasihat hukum Efan, Apryadin, menyampaikan agar penanganan perkara dilakukan secara transparan dan hati-hati.
”Harus kedepankan Azas kehati-hatian dan keadilan. Jangan sampai cepat mengambil keputusan sebelum benar-benar melakukan kajian yang mendalam, sehingga mengakibatkan kesalahan dalam melakukan proses penegakan hukum atau cacat formil,” jelasnya.
Apryadin juga menekankan pentingnya kepastian hukum bagi masyarakat. Ia juga mengimbau masyarakat di Dompu untuk tidak terburu-buru menyimpulkan kasus tersebut sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
”Masyarakat berhak mendapatkan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan dari proses hukum yang dilakukan aparat penegak hukum,” pungkasnya.(cw-ril/adv)


Comment