Ekonomi
Home » Iqbal Komitmen Sejahterakan Petani Tembakau -Atasi Kemiskinan Lewat DBHCHT

Iqbal Komitmen Sejahterakan Petani Tembakau -Atasi Kemiskinan Lewat DBHCHT

Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal saat bersama para petani tembakau (dok: Diskominfotik NTB)



Mataram – Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Muhamad Iqbal berkomitmen memperluas kebermanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) supaya lebih dirasakan langsung oleh petani, khususnya buruh tani tembakau.

‎Iqbal menyatakan akan mendorong pemanfaatan dana tersebut untuk program asuransi produksi bagi petani tembakau guna mengatasi kerugian akibat gagal panen.

‎”Kita sedang menjajaki program asuransi pertanian bagi petani tembakau, terutama untuk melindungi mereka saat gagal panen karena faktor cuaca seperti hujan agar ongkos produksi bisa kembali lewat sistem asuransi,” ujarnya pada, Rabu (25/9/2025).

‎Lebih lanjut, Iqbal juga menyinggung perlunya menambah kebermanfaatan DBHCHT yang dirasa masih kurang bagi masyarakat khususnya petani. Oleh karena itu, ke depan ia berkomitmen agar alokasi anggaran ini benar-benar dirasakan dampaknya oleh petani tembakau, terutama mereka yang berada di dusun-dusun.

‎”Apapun alasannya, saya sebagai pemimpin meminta maaf dan tahun depan insyaallah hal ini tidak akan terulang lagi. Seluruh kemampuan dan tenaga akan kita kerahkan,” tandasnya.

‎Mantan Dubes RI untuk Turki itu memaparkan tiga pilar visi misi pemerintahannya yakni, pengentasan kemiskinan ekstrem di NTB yang masih termasuk dalam 12 provinsi termiskin di Indonesia dengan angka kemiskinan mencapai hampir 12%, dengan 2,04% di antaranya tergolong miskin ekstrem.

‎Dalam menjawab tantangan kemiskinan itu, Iqbal menekankan pentingnya ketahanan pangan melalui sektor pertanian, agroforestri dan agro maritim. Langkah konkret yang diambil termasuk membangun jalan tani berbasis swadaya masyarakat pada masa jeda tanam untuk meningkatkan penghasilan petani.

‎Pemerintah Provinsi NTB mendorong pemberdayaan desa dengan mengalokasikan anggaran Rp300-500 juta per desa untuk menggulirkan ekonomi pedesaan. Untuk desa miskin ekstrem akan diterapkan pendekatan khusus bertajuk “Desa Berdaya Transformatif” yang menargetkan transisi dari kemiskinan ekstrem ke kategori tidak miskin dalam dua tahun. Pemerintah Provinsi berperan sebagai orkestrator yang menggerakkan kolaborasi antara pusat, daerah, LSM internasional, sektor swasta, hingga para dermawan.

‎”Kita harus masuk secara keroyokan dengan kolaborasi antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, LSM, CSR perusahaan dan para dermawan harus bergerak bersama. Harapannya, dalam setahun desa bisa keluar dari kemiskinan,” pungkasnya.

‎Terakhir, Iqbal menegaskan bahwa Gubernur adalah milik semua pihak, baik petani maupun pengusaha. Keduanya harus bersinergi dan saling memahami mengingat banyak petani yang mengeluhkan rendahnya harga beli dari pengusaha.

‎Sementara itu, Ketua Umum Serikat Tani Nasional (STN), Ahmad Rifai menyinggung pidato Presiden Prabowo Subianto yang menyebutkan musuh utama rakyat Indonesia adalah kaum “serakahnomics” yang terbagi menjadi tiga kelompok.

‎Di antaranya pemodal asing yang mengambil sumber daya alam negara. Kedua, kelompok oligarki yang tidak memedulikan rakyat miskin. Ketiga pejabat korupsi yang merugikan negara.

‎”Selama tiga musuh tersebut masih berkuasa, rakyat akan terus dilanda masalah. Salah satunya adalah konflik agraria yang menjerat petani tembakau di NTB,” ujarnya.

‎Menurut Rifai, ada tiga solusi untuk mengatasi masalah petani tembakau di NTB. Untuk solusi jangka pendek, Ahmad Rifai mendesak Pemprov NTB segera berkomunikasi dengan pengusaha di luar daerah untuk mencari jalan keluar atas keluhan petani tembakau selama ini.

‎”Telepon bos-bos yang ada di Jakarta agar menambah kuota untuk tembakau kering di gudang di daerah ini. Itu solusi jangka pendeknya,” sebutnya.

‎Sementara untuk jangka menengah, ia menawarkan agar pemerintah memanfaatkan BUMD dan Koperasi Merah Putih untuk membeli tembakau petani agar hasil panen cepat terserap dan perputaran ekonomi lebih optimal.

‎”Dengan adanya campur tangan BUMD dan Koperasi Merah Putih kepentingan petani tembakau akan muda diakomodir pemerintah,” jelasnya.

‎Adapun untuk solusi jangka panjang, Ahmad Rifai menekankan pentingnya pendirian oven pengering tembakau oleh pemerintah daerah. Sehingga pemerintah dapat membeli tembakau basah dari petani dan dapat menyerap tenaga kerja dari pendirian oven itu.

‎”Baiknya pemerintah daerah mendirikan oven kemudian membeli tembakau basah dari petani. Pemerintah daerah yang akan mengeringkan tembakau itu dan menyerap tenaga kerja dalam enam bulan,” tukasnya. (cw-ril)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share