Mataram — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) menggandeng akuntan publik untuk melakukan perhitungan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi penggunaan lahan milik PT Gili Trawangan Indah (GTI) di Kabupaten Lombok Utara. Hasil perhitungan tersebut akan menjadi dasar pelimpahan berkas perkara ke pengadilan.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Muh. Zulkifli Said, membenarkan bahwa saat ini pihaknya masih menunggu hasil perhitungan resmi dari akuntan publik. Sementara itu, tim penyidik terus mengumpulkan dokumen dan keterangan saksi untuk melengkapi bahan koordinasi.
“Kerugian negara masih kami tunggu hasilnya. Semoga segera rampung,” ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (21/10/2025).
Zulkifli menegaskan, langkah ini dilakukan untuk mempercepat proses hukum terhadap tiga tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus tersebut.
“Tidak lama lagi kami akan limpahkan perkara ini ke pengadilan,” tegasnya.
Sebelumnya, Kejati NTB telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi lahan GTI, yang melibatkan pejabat daerah dan pihak swasta. Para tersangka tersebut yakni MK (L) selaku Kepala UPTD Gili Tramena Dinas Pariwisata NTB, serta dua pihak swasta berinisial IA (P) dan AA (L) yang memiliki kuasa atas pengelolaan lahan untuk kepentingan usaha.
Ketiganya telah ditahan di dua lokasi berbeda. Tersangka MK dan AA dititipkan di Lapas Kelas IIA Lombok Barat, sementara IA ditahan di Lapas Kelas III Mataram karena yang bersangkutan juga berstatus sebagai narapidana kasus narkotika.
Kasus PT Gili Trawangan Indah (GTI) sendiri bermula dari kerja sama pemanfaatan lahan antara Pemerintah Provinsi NTB dengan PT GTI pada tahun 1995, dengan tujuan membangun kawasan pariwisata di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara. Dalam perjanjian tersebut, pemerintah memberikan hak guna bangunan (HGB) atas lahan seluas 65 hektare untuk jangka waktu 70 tahun.
Namun, selama lebih dari dua dekade, proyek tersebut tak kunjung terealisasi. Lahan yang seharusnya dikembangkan justru disewakan kembali oleh pihak perusahaan kepada investor lain tanpa izin resmi pemerintah. Praktik itu menimbulkan dugaan pelanggaran hukum dan menyebabkan potensi kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah.(zal)
Comment