Mataram – Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, mengungkap fakta baru pada kasus prostitusi seorang pelajar sekolah dasar (SD) yang dijual kakaknya hingga melahirkan bayi prematur.
Joko menyebut, tersangka atas nama Mudlah Andi Abdullah alias MMA sempat menyerahkan uang sebesar Rp 100 juta kepada kakak korban inisial SE alias Memy untuk menutup kasus.
Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi, mengungkap bahwa pihaknya sejak awal telah melakukan investigasi dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk menelusuri sosok pria pembeli yang disebut-sebut bernama Andi. Namun identitas Andi masih misterius hingga kini.
“Kasus ini sudah kami koordinasikan sejak April. Tapi saat itu kami belum bisa mengidentifikasi siapa Andi sebenarnya. Hanya disebut-sebut, tapi tidak ada identitas jelas,” kata Joko kepada wartawan wartaone, Jumat (20/6/2025).
Joko menambahkan, permintaan dari pihak keluarga agar kasus dihentikan justru muncul sebelum identitas pelaku utama terungkap. Ia menegaskan, LPA sejak awal berupaya serius menelusuri keberadaan sosok Andi yang disebut sebagai pembeli.
Penelusuran bahkan dilakukan hingga ke Hotel Lombok Raya yang dijadikan tempat melakukan persetubuhan terhadap korban, namun saat itu Andi belum bisa teridentifikasi secara pasti.
“Bibi korban menyampaikan, ‘Pak, kalau kasus ini dihentikan, saya harus bayar berapa?’ Itu pengakuannya langsung ke kami,” ungkap Joko.
Kecurigaan LPA semakin menguat setelah muncul kabar bahwa pria bernama Andi diduga memberikan uang hingga Rp 100 juta kepada ES agar kasus ini tidak dilanjutkan. Namun kakak korban sendiri mengaku hanya menerima Rp 25 juta dan berdalih bahwa uang tersebut berasal dari penjualan motor, bukan untuk menyuap.
“Katanya si Andi itu, memberikan uang kepada memi 100 juta untuk bagaimana caranya supaya kasus ini dihentikan, tetapi si emi, mengaku menerima 25 juta untuk lobi LPA , tapi si Emy-nya itu tidak pernah menyebutkan tentang hal itu, dia ceritanya bahwa jual motor,” bebernya.
Pernyataan yang berkembang mengenai aliran uang dan upaya penghentian perkara membuat Joko meminta seluruh pihak berhati-hati dalam melempar klaim tanpa bukti.
“Ini kan mulai menggunakan cara-cara, kalau bisa dibuktikan mana buktinya,” tutup Joko.
Sebagai informasi, kasus ini sempat menyita perhatian publik karena menyangkut perdagangan anak yang melibatkan keluarga kandung sebagai pelaku utama.
Kasus tersebut terjadi pada Juni 2024. ES menjual adiknya ke MAA. Mencuatnya kasus kakak jual adik ini berawal dari LPA Mataram yang menerima informasi adanya perempuan berusia 13 tahun melahirkan bayi prematur.
Keduanya dijerat Pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) atau Pasal 88 juncto Pasal 76i Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. (cw/ril/ndi)
Comment