Mataram – Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Provinsi NTB, Heru Satriyo, menilai bantahan Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, ihwal adanya praktik kotor dalam pengadaan alat peraga untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2025, tidak menyentuh inti persoalan, terutama dalam hal proses penentuan vendor.
MAKI menyebut, dalam penyelenggaraan program tersebut ada oknum-oknum yang bermain di balik layar hingga menyebabkan adanya fee proyek atau uang pelicin sebesar 30–35 persen.
“Sistem pengadaan memang pakai e-katalog. Proses penentuannya pertanyaannya. Jadi pabrik itu menyiapkan 4 CV untuk ditunjuk. Jadi diklik sama mereka. Pk Haji Suhardi. Bagaimana kajiannya. Kenapa mereka memilih itu. Itu kenapa MAKI meminta uji forensik ke LKPP pusat, karena kami pengen tahu bagaimana proses klik mereka,” ujar Heru saat dihubungi WartaSatu melalui sambungan telepon, Kamis (18/9/2025).
Ia bahkan menyebut, pejabat yang kini menjabat sebagai Plt Kadis Dikbud NTB, Lalu Hamdi, maupun mantan Kadis Abdul Aziz, tidak memahami persoalan ini secara utuh.
“Kalau kadis sekarang Lalu Hamdi ngomong, ga tau apa-apa dia. Abdul Aziz ikut ngomong ga tau apa-apa dia. Orang dia orang Dinas Ketahanan Pangan, ndak tau sama sekali proses ini,” tegasnya.
Dari hasil kajian MAKI, Heru membeberkan adanya pertemuan awal dalam sosialisasi program pengadaan alat peraga di Jakarta. Dalam kegiatan itu, Kabid SMK Dikbud NTB, Supriadi, disebut bertemu langsung dengan vendor.
“Yang pasti Kabid SMK Pak Subriadi, ini kan dia datang di sosialisasi alat peraga yang ada di Jakarta. Disitu dia juga ketemu dengan vendor, ada vendor yang datangi dia,” jelasnya.
Namun Heru menegaskan, Supriadi bukan aktor utama dalam dugaan praktik kotor ini karena baru menjabat sebagai Kabid SMK selama dua bulan dan bukan berlatar belakang pendidikan.
“Memang saya akui kabid ini tidak terlibat, karena notabenenya kabid ini baru dua bulan menjabat, dan dia bukan dari orang pendidikan,” paparnya.
Lebih jauh, Heru menuding adanya tiga oknum yang menjadi dalang dalam praktik fee proyek tersebut. Menurutnya, ketiga oknum inilah yang berangkat ke Jakarta, diinapkan di hotel bintang lima, dan melakukan negosiasi dengan vendor.
“Sedangkan yang kita soroti itu oknum itu tadi, yang berangkat ke Jakarta dan dijemput sama alphard, diinapkan di hotel bintang lima kemudian negosiasi dengan vendor,” bebernya.
Heru menegaskan, setelah pertemuan di Jakarta, transaksi fee berlanjut di NTB. Ia bahkan menduga adanya penyerahan dana oleh vendor di sebuah hotel di Lombok.
“Kemudian hari Kamis minggu kemarin diduga vendor datang, dugaannya nyerahin dana, lipatan bank Mandiri Daan Mogot itu Lombok Raya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Plt Kadis Dikbud Provinsi NTB, Lalu Hamdi, akhirnya buka suara terkait adanya isu “uang pelicin” atau fee proyek sebanyak 30 persen dalam pengadaan alat peraga sekolah menengah kejuruan (SMK) yang disampaikan MAKI.
Ia mengklaim proyek tersebut telah terlaksana sesuai dengan aturan yang ada dalam ketentuan pengadaan dan melewati prosedur yang berlaku.
“Jadi pelaksanaan atau proses pengadaan barang SMK, sudah sesuai dengan ketentuan,” jelas Lalu Hamdi kepada WartaSatu, Rabu (17/9/2025).
Tidak hanya itu, dalam pengadaan barang SMK tersebut, ia menyebut telah menggunakan E-purchasing atau metode e-katalog yang telah disediakan oleh pemerintah dalam sistem online.
“Pengadaan ini melalui E-purchasing, melalui sistem e-katalog, jadi sudah sesuai dengan sistem itu kita melakukan belanja alat peralatan SMK tahun 2025,” elaknya.
Terkait adanya isu uang pelicin yang dihembuskan Ketua MAKI NTB Heru Satrio ia mengaku tidak tahu soal hal tersebut. Ia menyebutkan bahwa metode belanja ini sangat tidak memungkinkan adanya pemberian fee proyek, karena dilakukan secara online tanpa pertemuan langsung.
“Siapa itu, saya tidak tahu, bagaimana uang pelicin. Ini kan metode E-purchasing, ini kita tidak pernah ketemu dengan orang di mana kita belanja,” tegasnya.(cw-zal)
Comment