Mataram — Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB), memberikan atensi terhadap laporan dugaan pelanggaran administrasi dalam pemberian sanksi etik kepada Guru Besar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Mataram (Unram) Prof. Hamsu Kadriyan.
Ketua Ombudsman NTB, Dwi Sudarsono, membenarkan bahwa laporan tersebut telah masuk dan diajukan langsung oleh Prof. Hamsu.
“Iya, hari Selasa kemarin masuk,” kata Dwi saat dikonfirmasi, Sabtu (18/10/2025).
Ia menjelaskan, laporan tersebut bersifat pemberitahuan terkait adanya dugaan permasalahan dalam pelayanan publik. Ombudsman, kata Dwi, akan memantau proses penyelesaian masalah tersebut.
“Tembusan sifatnya pemberitahuan adanya dugaan permasalahan pelayanan publik. Ombudsman akan memantau permasalahan pelayanan tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, Prof. Hamsu menyatakan keberatan atas keputusan Rektor Unram yang menjatuhkan sanksi etik kepadanya. Ia menilai keputusan itu sebagai upaya untuk menggagalkan dirinya jelang pemilihan anggota Senat Unram.
Kuasa hukum Prof. Hamsu, Ainuddin, menjelaskan bahwa sanksi etik tersebut diberikan atas dugaan pelanggaran yang terjadi pada tahun 2021, saat kliennya masih menjabat sebagai Dekan FKIK. Ia menduga langkah itu dilakukan untuk menjegal kliennya sebagai calon anggota senat.
Menurut Ainudin, berdasarkan Peraturan Senat Nomor 1 Tahun 2025, setiap fakultas memiliki jatah lima kursi di senat dua di antaranya diperuntukkan bagi guru besar dan tiga lainnya untuk dosen non-guru besar.
“Prof. Hamsu merupakan satu-satunya guru besar di FKIK, sehingga secara otomatis diusulkan melalui keputusan dekan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Prof. Hamsu seharusnya terpilih menjadi salah satu anggota senat FKIK, yang pengajuannya dilakukan melalui senat fakultas dan diajukan ke rektor untuk disetujui.
Namun, menurut Ainudin, terdapat beberapa kejanggalan dalam proses tersebut. Pertama, pada saat pengangkatan senat, nama Prof. Hamsu tidak tercantum tanpa adanya alasan yang jelas. Prosesnya pun dinilai tidak transparan, termasuk pada tahap akhir ketika pelantikan senat yang dilakukan secara tertutup pada 7 Oktober 2025.
“Tanpa adanya berita acara maupun penolakan administratif, tiba-tiba nama Prof. Hamsu tidak ada dalam daftar senat,” pungkasnya.(zal)
Comment