Mataram – Ketua Pansus RPJMD NTB Hasbullah Muis Konco menyoroti minimnya hilirisasi sektor kelautan dan perikanan, khususnya garam dan udang yang mengakibatkan NTB kehilangan tambahan pendapatan senilai ratusan miliar di tengah produksi garam dan udang yang berlimpah.
Hasbullah sapaan akrabnya mengungkapkan bahwa NTB memiliki surplus produksi garam hingga 209 persen atau setara 143.796 ton per tahun. Namun, nilai tambah dari komoditas tersebut justru lebih banyak dinikmati daerah lain.
“Produksi garam mencapai 143.796 ton per tahun, surplus hingga 209 persen, tetapi nilai tambahnya dinikmati daerah lain. Harga garam krosok di petani hanya Rp 400/kg, sementara garam olahan masuk kembali ke NTB dengan harga Rp 3.500/kg. Selisih Rp 3.100/kg setara dengan potensi hilang Rp144 miliar per tahun,” ujarnya dalam Rapat Paripurna di DRPD NTB, Senin (11/8/2025).
Hasbullah menyebut ironi serupa juga terjadi pada komoditas udang. NTB tercatat sebagai produsen udang vaname terbesar nasional dengan capaian 196.644 ton per tahun. Namun, lahan potensial yang dimanfaatkan baru sekitar 17,6 persen. Hilirisasi sektor ini pun dinilai masih minim.
“Begitu pula dengan udang. Produksi udang vaname NTB adalah terbesar nasional angka 196.644 ton/tahun, namun hanya 17,6 persen lahan potensial yang dimanfaatkan. Jika 10 persen produksi diolah di dalam daerah, potensi nilai tambahnya bisa mencapai Rp 22,4 triliun/tahun. Ironisnya, hingga kini hilirisasi masih minim,” kata Sekretaris Komisi IV DPRD NTB itu.
Hasbullah meminta Pemprov NTB untuk mendorong industrialisasi sektor kelautan dan perikanan, dengan target membangun minimal dua kawasan industri di Pulau Lombok dan dua di Pulau Sumbawa dalam lima tahun ke depan. Ia menegaskan, keberanian politik dan konsistensi kebijakan menjadi kunci.
“Tantangannya, apakah pemerintah berani mengawal hilirisasi minimal dua kawasan industri di Pulau Lombok dan dua di Pulau Sumbawa dalam lima tahun, dengan integrasi hulu-hilir yang konsisten?” ujarnya.
Pansus berharap catatan ini menjadi prioritas strategis pelaksanaan RPJMD 2025–2029 agar NTB tidak hanya menjadi lumbung produksi, tetapi juga pusat pengolahan dan distribusi produk kelautan bernilai tinggi. (cw-ril).
Comment