Lombok Barat – Wakil Bupati (Wabup) Lombok Barat (Lobar), Nurul Adha, mengaku belum mengetahui adanya kewajiban pembayaran royalti musik yang harus dilakukan pelaku usaha hotel dan hiburan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021.
“Royalti apa? Saya masih belum kalau masalah itu,” ujar Adha, Kamis (14/8/2025).
Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan (APH) Senggigi, Lombok Barat, Suhermanto, menyebut kebijakan pembayaran royalti musik menjadi beban tambahan di tengah kondisi pariwisata yang belum pulih.
Ia menilai dasar penarikan royalti masih tidak jelas, terlebih banyak tempat hiburan di Senggigi menggunakan house music yang memutar lagu luar negeri, yang seharusnya tidak dikenakan royalti di Indonesia.
“Kita tidak pernah disurvei, tidak pernah ketemu sama pihak LMKN ini. Tahu-tahu datang surat penagihan, ini kan jadi pertanyaan, dasar mereka menetapkan tagihan itu apa,” katanya.
Suhermanto juga menyoroti cara penagihan LMKN yang dinilainya mirip debt collector karena dilakukan tanpa pemberitahuan resmi. Meski bersedia membayar, ia meminta transparansi penggunaan dana serta keterlibatan pemerintah daerah dalam proses penagihan.
“Kalau bisa penagihannya melibatkan pemerintah daerah, misalnya lewat Bappenda. Jadi jelas ke mana kita mau bayar dan tidak membingungkan pelaku usaha,” pungkasnya. (cw-buk)
Comment