Mataram – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah menyiapkan skema pengangkatan tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu. Fokus utama saat ini adalah tenaga honorer kategori R2 dan R3 yang jumlahnya mencapai ribuan orang.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, Tri Budiprayitno, mengatakan pihaknya masih merumuskan pola terbaik agar kebijakan ini tepat sasaran dan sesuai regulasi. Menurutnya, setiap tenaga honorer memiliki latar belakang berbeda sehingga skema pengangkatan dan penggajiannya harus dipetakan secara cermat.
“Kita masih merumuskan karena kami harus cermat detail untuk memetakan seperti apa pola terbaik sama beragam kasus-kasus dari setiap orang yang terdata dalam database, itu yang harus kami cermati,” ujar Yiyit sapaan karibnya pada Jum’at (22/8/2025).
Yiyit menjelaskan, hingga saat ini jumlah tenaga honorer yang terdata mencapai 9.616 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 5 ribuan masuk kategori R2 dan R3, sementara sisanya 3 ribuan adalah R4 dan R5. Sesuai petunjuk pelaksanaan dan teknis dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), R2 dan R3 menjadi prioritas untuk diangkat lebih dahulu.
“Total kita punya tenaga kontrak yang masuk dalam database itu 9616, itu terdiri dari R2, R3, R4, R5. Dalam juklak juknisnya, yang menjadi prioritas pertama itu adalah R2, R3. Itu jumlahnya 5 ribuan, kemudian 3 ribuan lagi itu yang R4, R5,” ungkapnya.
Terkait penggajian, Yiyit menyebut pola pembiayaannya masih terus dikaji karena bersumber dari berbagai pos anggaran, mulai dari APBD, APBN, dana BOS, hingga kontribusi Komite. Pemprov NTB juga tengah berkonsultasi dengan BPKAD untuk memastikan kapasitas fiskal daerah mampu menopang kebijakan tersebut.
“Termasuk sumber pembiayaannya beragam juga, ada dari APBD, dari APBN, dari dana PUB, dari BOS, ada dari dana komite yang harus kita petakan, termasuk kita sedang mengkonsultasikannya kepada BPKAD kapasitas fiskal kita seperti apa,” jelasnya.
Yiyit menambahkan, ada beberapa alternatif pola penggajian yang disiapkan. Pertama, disesuaikan dengan besaran penghasilan yang sudah diterima tenaga honorer saat ini. Kedua, mengikuti standar upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum kabupaten/kota (UMK).
“Yang pasti kalau kemudian mereka diusulkan menjadi PPPK paruh waktu, penghasilannya sesuai arahan dalam juklak juknis itu bisa pertama disesuaikan dengan yang mereka terima saat ini, atau kemudian sesuai dengan UMP/UMK,” pungkasnya.
Ia menargetkan, skema lengkap pengangkatan honorer menjadi PPPK paruh waktu sudah bisa dirampungkan tahun 2025. Dengan begitu, Pemprov NTB memiliki formulasi yang jelas terkait jumlah tenaga honorer yang bisa diakomodir dan sumber pembiayaannya.
“Harapannya mudah-mudahan di tahun 2025 ini semuanya tuntas terkait pola-pola yang ada. Seperti apa formulanya ketika ada sekian ratus yang teralokasi dananya oleh APBN seperti apa, mudah-mudahan juga APBN tetap memberikan,” tukasnya.(cw-ril)
Comment