Mataram – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, Ni Ketut Wolini menilai persiapan MotoGP Mandalika 2025 belum maksimal. Hal tersebut dilihat dari tingkat okupansi hotel yang masih di angka 70 persen.
”Menjelang MotoGP lagi beberapa hari saja, menurut kami dari PHRI tidak baik-baik saja MotoGP yang keempat ini. Kalau evaluasi dari MotoGP satu sampai tiga, biasanya okupansi hotel di hari seperti ini sudah 100 persen. Sekarang baru 70 persen,” ungkapnya pada Selasa (23/9/2025).
Ia menambahkan, sejumlah destinasi wisata bahkan tidak terdampak dari perhelatan akbar ini, seperti destinasi unggulan di Nusa Tenggara Barat yakni Gili Tramena, Lombok Utara.
“Malah ada yang di tiga gili itu tidak ada pengaruh dari adanya MotoGP ini, itu hasil turun kami ke tiga gili,” sebutnya.
Menurutnya, salah satu persoalan utama adalah minimnya koordinasi antara pihak pengelola kawasan The Mandalika, yakni Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), dengan stakeholder pariwisata lokal. Wolini menilai ITDC cenderung tertutup dan kurang melibatkan asosiasi maupun pelaku usaha pariwisata lainnya.
”Sebenarnya dari ITDC ini jangan tertutup dengan stakeholder pariwisata yang lain, jangan merasa paling hebat. Perlu ada komunikasi, harus ada sinergi untuk memajukan NTB, malah kita bicara Indonesia sekarang ini,” tegasnya.
Sorotan lain datang dari sisi perencanaan. PHRI menilai rapat koordinasi baru digelar sebulan sebelum ajang berlangsung, padahal seharusnya disiapkan jauh lebih awal agar hasil pelaksanaan event balap motor paling bergengsi di dunia itu lebih maksimal.
”Menjelang satu bulan baru ada rapat koordinasi. Kalau dari ITDC, semenjak ada MotoGP kami tidak pernah diajak koordinasi, diajak rapat-rapat belum pernah. Sebaiknya enam bulan sebelumnya sudah kita garap hal-hal seperti ini biar hasilnya maksimal,” jelasnya.
PHRI juga mengkritisi lemahnya strategi promosi MotoGP di NTB sendiri. Menurut Wolini, masyarakat lokal bahkan banyak yang tidak mengetahui adanya perhelatan tersebut karena tidak ada upaya komunikasi publik yang masif.
”Sekarang di Kota Mataram saja mana ada baliho-baliho satu biji saja untuk promosi. Sedangkan masyarakat Mataram aja belum tentu semua tahu ada MotoGP, kan kita akui itu,” tukasnya.
Meski demikian, Wolini menyebut tingkat hunian hotel di Senggigi dan Kota Mataram rata-rata sudah mencapai 70 persen, dengan beberapa hotel mencapai 80 persen, sementara yang lain masih 40 persen. Di kawasan Mandalika sebagai zona utama, okupansi mencapai 80 persen namun belum penuh seperti tahun-tahun sebelumnya.
”Angka hunian di senggigi sama kota Mataram secara umum sudah mencapai 70 persen, tapi ada hotel yang sudah 80 ada yang masih 40, nah itu kan kita ada hitung-higungan di situ,” tandasnya.
Ke depan, PHRI menekankan pentingnya kolaborasi lebih erat antara pemerintah, ITDC, dan stakeholder pariwisata. Ia juga menyarankan agar rencana kerja disiapkan dan dibahas jauh-jauh hari.
”Harapan ke depan kita dari PHRI, harus ada kolaborasi, harus duduk bareng antara pemerintah, ITDC, dan stakeholder pariwisata. Kedua, jauh sebelumnya harus ada rencana-rencana kerja yang matang,” pungkasnya. (cw-ril)
Comment