Mataram – Pengangkatan aparatur sipil negara (ASN) termasuk pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) paruh waktu, masih terkendala keterbatasan fiskal daerah. Pengangkatan ini belum ada petunjuk teknis dari pemerintah pusat.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, Tri Budi Prayitno menjelaskan bahwa pihaknya bersama Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sedang melakukan pemetaan terhadap kekuatan anggaran daerah dalam menghadapi pengangkatan ASN.
“Kami dari BKD sedang melakukan pemetaan dengan BPKAD terkait dengan kekuatan fiskal, bilamana kemudian paruh waktu itu seberapa besar kekuatan anggaran kita,” ujar Yiyit sapaan karibnya, Rabu (6/8/2025).
Ia menambahkan, hingga kini belum ada petunjuk pelaksanaan (juklak) maupun petunjuk teknis (juknis) yang mengatur rekrutmen PPPK paruh waktu dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). BKN masih fokus menyelesaikan tahap dua rekrutmen sebelumnya, di mana NTB mendapatkan alokasi 44 orang.
“Seluruh pola penanganan ini sifatnya sentralistik, kita menunggu kebijakan dari pusat. Kalau pun nanti sudah ada, kita juga menyesuaikan dengan alokasi anggaran kita yang ada,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengadaan, Pemberhentian, dan Informasi BKD NTB, Rian Priandana menyebutkan pihaknya melakukan pemetaan berdasarkan empat kriteria utama, yakni ketersediaan anggaran, kebutuhan organisasi, aktif tidaknya pegawai, serta status batas usia pensiun (BUP) dan kematian.
“Ada empat kriteria yang kita lakukan mapping, yang pertama itu ketersediaan anggaran, yang kedua kebutuhan organisasi, yang ketiga itu aktif bekerjanya, yang keempat itu kita melihat yang bersangkutan BUPnya atau meninggal dunia,” ujarnya.
Namun, kondisi fiskal daerah menjadi tantangan tersendiri. Saat ini porsi belanja pegawai Pemprov NTB telah mencapai 33,26 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 sebesar Rp 6,2 triliun. Angka tersebut sudah melewati batas maksimal 30 persen sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Itu lumayan membebani daerah. Belum lagi mandatory spending seperti pendidikan 20 persen, kesehatan 10 persen, dan infrastruktur 20 persen. Praktis kapasitas fiskal kita hanya menyisakan 20 sampai 30 persen,” kata Rian.
Ia menambahkan, apabila 9.616 tenaga non-ASN yang tersisa diangkat seluruhnya, anggaran yang dibutuhkan mencapai sekitar Rp 300 miliar. Angka ini kini sedang mapping ulang bersama BPKAD NTB.
“Ketika ini masuk yang 9616 secara total sisa dari non ASN ini, itu ekuivalen dia menghabiskan anggaran sekitar 300 miliar. Itu yang coba kita mapping dengan BPKAD,” pungkasya. (cw-ril).
Comment