Mataram – Suasana internal Universitas Mataram (Unram) memanas menjelang pemilihan rektor periode 2026–2029. Tiga kasus dari dosen yang berbeda kini menunjukkan ke permukaan, menyoroti dugaan pelanggaran etik, intervensi dalam pemilihan senat, hingga pelantikan senat tanpa dasar hukum yang sah.
Kasus-kasus tersebut memunculkan kekhawatiran akan legitimasi tahapan pemilihan rektor yang dijadwalkan berlangsung dalam waktu dekat.
Gugatan Dosen FATEPA di PTUN Mataram
Kasus pertama datang dari Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri (FATEPA). Seorang dosen, Ansar, resmi menggugat Dekan FATEPA, Satrijo Saloko, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram.
Gugatan dengan nomor perkara 51/G/2025/PTUN.MTR itu didaftarkan pada 12 September 2025 melalui kuasa hukumnya, Irvan Hadi & Partners, dengan sidang perdana dijadwalkan 15 Oktober 2025.
Objek gugatan adalah eputusan Dekan Nomor 2362/UN18.F10/HK/2025 yang menjatuhkan dua sanksi sekaligus kepada penggugat: penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun dan pembebasan dari jabatan maksimal tiga tahun.
Menurut kuasa hukumnya, keputusan tersebut cacat prosedur karena dijatuhkan tanpa pemeriksaan etik, tanpa pemanggilan resmi, dan tanpa hak pembelaan diri.
“Keputusan itu melanggar asas pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999,” ujar Irvan Hadi, Sabtu (4/10/2025).
Dr. Ansar menilai sanksi itu sebagai bentuk persekusi akademik yang muncul menjelang pemilihan calon anggota senat universitas. Ia menuding keputusan tersebut bermotif politik dan tidak sesuai dengan Peraturan Rektor Unram Nomor 4 Tahun 2020 tentang Etika Akademik serta Statuta Unram.
Dugaan Intervensi Pemilihan di Fakultas Teknik
Kasus kedua muncul di Fakultas Teknik (FT). Pemilihan calon anggota senat universitas yang digelar pada 25 September 2025 dilaporkan diwarnai dugaan intervensi dan tekanan terhadap dosen.
Salah satu calon, Nur Kaliwantoro, dalam pernyataan terbuka menuding sejumlah pejabat fakultas menghubungi dosen muda melalui telepon dan pesan WhatsApp untuk mengarahkan dukungan kepada kandidat tertentu.
“Tindakan ini mencederai keabsahan pemilihan dan merupakan bentuk penyalahgunaan jabatan,” tulis Nur Kaliwantoro dalam pernyataannya.
Ia meminta agar hasil pemilihan dibekukan sementara dan dibentuk tim investigasi independen untuk menelusuri dugaan kecurangan tersebut. Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Fakultas Teknik.
Pelantikan Senat Diduga Tanpa SK Rektor
Polemik lain mencuat dari pelantikan anggota senat universitas yang digelar awal Oktober 2025. Pelantikan itu disebut cacat hukum dan administratif karena dilakukan tanpa Surat Keputusan (SK) Rektor serta dipimpin oleh Ketua Senat lama, Agil Al Idrus, yang masa jabatannya telah berakhir.
Dalam pernyataan resmi kuasa hukum salah satu guru besar aktif Unram disebutkan bahwa pelantikan tanpa SK melanggar prinsip keabsahan administrasi akademik.
“SK Rektor adalah dasar hukum anggota senat. Pelantikan oleh pejabat yang tak lagi berwenang menjadikan proses ini berpotensi batal demi hukum,” ujarnya.
Lebih lanjut, pelantikan tersebut disebut dilaksanakan secara tertutup dan terburu-buru, dengan sejumlah nama yang memenuhi syarat tidak dilantik tanpa alasan tertulis.
Kuasa hukum mendesak agar Rektor Unram dan Wakil Rektor II segera memberikan klarifikasi resmi, melakukan pelantikan ulang secara terbuka, dan memulihkan hak-hak akademik dosen yang dikesampingkan.
Tim hukum juga menyiapkan langkah hukum ke Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi dan membuka kemungkinan untuk menggugat ke PTUN jika tidak ada penyelesaian internal. (cw-buk)
Comment